24/02/2022

Samudra air mata ibu

24/02/2022

kota jayapura timofoto
Ilustrasi kampung di Kota Jayapura, Papua, yang berada di atas laut dengan latar belakang hutan bakau dan Jembatan Merah, Kampung Enggros - Dokpri

Pagiku datang tetes embun membasahi Tana Tabi di tujuh Januari
Terik mentari tembus kepala tatkala Raja Siang kian meninggi
Tiada senja lagi yang manis senyumnya tertampak dari balik Bukit Cycloop yang menawan hati

Duhai awan tebal kau selimuti langit dengan muram karamkan harap
Membentang sepanjang malam lantas tumpahkan amarah
Ibu kami dilinang air mata langit

Kau geram pada ibunda tak bersalah
Tanah air kita yang harum semerbak sejak sediakala
Basah sudah bumiku basah
Pohon-pohon yang tak berakar lagi tuk menancapkan air ke akar-akarnya perut bumi
Terpelanting sampai jauh kesana-kemari bagai perahu tanpa jangkar

Wahai kawan-kawan sezaman kenapa ibu bumi tak mampu lagi membendung air mata
Dia hamil dengan bencana tapi melahirkan ribuan anak-anak hari esok
Padahal dahulu kala tanah air kita tiada marah pada yang menjeda di tepi samudra

Wahai daun-daun bermadahlah ratap pada yang Empunya Dedaunan
Wahai bumi dimanakah serabut, tunjang, dan tunggangmu bila air mata langit
meneteskan geram tiada ampun

Sampai berapa lama lagi lagu ibuku tumpahkan air mata berkeruh menggenangkan cerita hingga pelosok kota
Entah sampai kapan lagi negeriku dibalut kemelut kiriman semesta 

Di sini saban tahun anak-anak harapan bagai tiada lagi berharap
Pasrah sudah pada mama kota yang telanjang tak berdinding

Perahuku berlayar di samudra kehidupan
Di atas onggokan gelondongan yang terombang-ambing hendak bertepi
Jayapura, tana air kota, tana air beta, sa pu tana air abadi sebelum menuju eskatologi
Samudra air mata mengalir berhulu pelupuk mata bercampur sudah dengan air mata langit di tepi samudra teduh

Duka kota kita kataku sisakan puing-puing cerita lara esok atau lusa atau bahkan selamanya
Menyeduh lumpur menyerpih harapku bila aku tepekur
Terkubur dalam-dalam di lumpur yang membentur batu bata dan beton dunia kapitalis
Aduh, kemana lagi muara mata air kami kalau Muara Tami di tepi lautan teduh tak lagi ramah
Sedangkan Muara Tami tiada kan kembali menjernih sapanjang hayat
Port Numbay tanah air kami, tanah harapan kita, mama dari negeri yang dikenal sejak sedia kala

Ketar daku dikala gelombang samudra cetar ceter beriringan dengan si petir
Sampai di sini rintihan anak-anak harapan, kalau boleh sampai di sini saja air mata ibu melahirkan samudra air mata
Jangan lagi esok atau lusa duka seperti busa yang membuih tanpa pegangan seperti tongkat Nabi Musa
 

Januari, 2022
Timoteus Rosario Marten


Show comments