View Kota Jayapura dengan latar belakang kantor DPR Papua dan kawasan Dok II serta Kampung Kayu Batu - Dokpri |
Namanya mengiang. Bak mendengar suara kumbang. Ngiung-ngiung. Ya, apalagi kalau bukan kupang.
"Eits, sabar dulu, Kaka! Kupang itu apa ka?" Pelan tooo. Buru-buru sampeee. Mamayooooo!
Mengenang kupang adalah mendengung rasa: rindu berpulang.
Iiis, kenapa tiba-tiba kupang jadi ide tulisan ini?
Beberapa tahun silam, saya dikagetkan oleh nama ini. Hmmm, jang sampe sa jadi homesick lagi. Siooo saja.
Ya, kupang di sini dan Kupang di sana—dua tempat dalam dua wilayah administrasi berbeda.
Dalam kehidupan sehari-hari kitorang berbeda. Memang demikian adanya. Trada yang serupa. Mirip saja.
Tapi dalam perbedaan kitorang harus mencari persamaan. Cita-cita misalnya. Atau arah matahari. Kedamaian barangkali?
Oh, tapi bukan barang-barang kali, seperti mop dari sobat saya Kaka Yauw Wally suatu sore.
Sa mengubahnya ke versi saya. Tentu tak mengubah substansi. Hormat Yauw: monom soso dolo.
"Obeth, ko bikin kalimat dengan barangkali dolo," kata Bu Guru.Satu kelas pica. Itulah mati ketawa ala Republik Mop. Mop adalah pariwara. Juga kelakar. Melucu. Menertawakan kenyataan. Tapi begitulah.
"Nara Timo menulis tentang kupang. Barangkali de rindu kampung ka."
"Mantap!!" Teriak kawan-kawannya
"Ko sudah Yaklep, bikin kalimat dengan barangkali," kata Bu Guru lagi.
"Batu, pasir, udang dan ikan adalah barang-barang kali."
Kadang realitas yang tra bisa disingkap hanya bermetamorfosis jadi kupu-kupu. Tapi bukan kupu-kupu malam emmmm. Eh! Mop maksudnya.
Betu, betu, betu. Kata Upin dan Ipin.
Ah, su nyaris melebar ini cari angin, alias catatan ringan angin-anginan. Kan tadi tentang kupang.
Okelah kalo begitu. Sa lanjutkan tentang nama ini. Mulai dari Kupang di sana. Sekilas saja. Be son tau banyak o. Sadiki. Kerap disebut Kota Karang. Mama kota dari tana aer beta: Nusa Tuak dan Nusa Tenun.
Ia, mama dari 1.192 pulau—yang sekira 760 pulau dong belum ada nama.
Kota ini berada di Teluk Kupang, barat daya Pulau Timor, yang bagian timur pulaunya adalah Distrik Lospalos, Timor Leste.
Pasalnya Kupang berasal dari nama raja La Koepan tiga ribuan tahun sebelum Portugis datang.
Belanda datang setelah usir Portugis. Mereka merebut cendana yang semerbak harumnya hingga Benua Biru. Dorang usir Portugis hingga kuasai The Sunset-nya Timor, dan Portugis di Sunrise.
Belanda dorang sebut ini kota jadi Koepan. Hingga disebut Koepang dan kini jadi Kupang.
Be son tau banyak lai. Lu bajalan sa, pi tapaleuk deng ade-ade nona-nona dong. Duduk di Pante Oesapa, Tablolong, Lasiana, dan mandi-mandi di Gua Kristal. Lalu tanya ade pung info ihwal mama kota Nusa Tenun.
Kalo lu son percaya, dan masih penasaran, pi tanya Marten dan Ursula sana. Ursula pasti su potong poni. Lagian, aroma Natal dan Tahun Baru masih menyeruak.
Aisss, ini sapa lai? Ooo, itu Ama Abdur SUCI 4 Kompas TV pung kawan. Adu mama sayangeeeee!!!
Trus kupang yang ini? O, ini su beda lagi kaka. Kitorang pu kupang ini ni, ceritanya panjang aleeee.
Dia akronim dari kursi panjang. Atau bangku panjang. Disebut demikian karena di sini terdapat tembok yang dibangun memanjang. Sepanjang garis pantai, selaksa cerita cinta. Ada tangga-tangga rumah tangga sa dan ade nona.
Kupang merupakan tempat bagi masyarakat Kota Jayapura menikmati akhir pekan. Termasuk sa yang lagi tulis ini catatan akhir pekan. Ditemani kehangatan pelukan ade nona, membungkus rasa yang dalam dan terdalam sembari bersiul dan berkedip-kedip.
Kupang ada di Jalan Soa-Siu. Ah, Soasiu kan di Tidore sana. Aiii, ini Soa-Siu di Pantai Dok 2; tepat di depan kantor gubernur Papua.
Berada di jantung Kota Jayapura, membuat kupang sangat strategis. Diakses sekira satu jam saja dari Distrik Abepura atau dua jam dari Sentani. Maka pantas kawasan ini ramai saban pekan.
Ingat: kupang, kursi panjang atau bangku panjang. Bukan kupangku, atau sa pangku ko nona. Ato de yang pangku-pangku ko lalu ko maen petak umpet.
Duduk berlama-lama di kupang, sambil makan pinang, jagung rebus, kacang tanah, dan minum kopi sembari menatap kampung Kayu Pulo, Enggros-Tobati dan negara Papua Nugini di depan, merupakan ketenangan tersendiri di akhir pekan. Tenang dan hening meski kendaraan lalu-lalang di tepi lautan. Toh dua pelukan melekat jadi satu kata titik-titik.
Hari beranjak sore, lampu-lampu kota berpendar. Tampak menara-menara di Bukit Polimak. Bertuliskan "Jayapura City". Sedangkan Kampung Enggros, Tobati, Kayu Pulau, berdiri teduh di tengah lautan. Menadah derasnya arus perkembangan zaman dan badai global.
Pada zaman dahulu Dok 2 dan Holandia umumnya, adalah pelabuhan sentral di kawasan Pasifik. Jadi, pangkalan sekutu di bawah pimpinan Jenderal MacArthur dari Amerika, saat Perang Pasifik atau Perang Dunia II tahun 1942 sampai 1945.
Ada deretan nama Dok 2, Dok 5, Dok 8 dan Dok 9 di Kota Holandia Jayapura, sedangkan dok-dok lainnya di negara serumpun Bumi Cenderawasih: Papua Nugini.
Jauh sebelum pasukan sekutu datang, dan memukul mundur tentara Jepang, Spanyol dan Belanda sudah menjejakkan sauhnya di tanah ini. Kira-kira awal abad ke-16.
Portugis melanjutkan pelayaran usai singgah dari Tidore, menuju Amerika Selatan, Amerika Latin—tanah harapan milik sejumlah bintang lapangan hijau di layar kaca.
Belanda lantas menjejakkan kaki dan menanamkan peradapan hingga misi Kekristenan di sini. Lantas menjadikan negara Papua yang direbut Soekarno melalui operasi Trikora hingga Penentuan Pendapat Rakyat 1969.
Ya, itulah sekilas tentang kupang tadi. Di sini kupang di sana Kupang, di tengah-tengahnya ade nona. Di sini Paparan Sahul di sana Paparan Sunda, di tengah-tengahnya Garis Wallace—Nusa Tenggara, Sulawesi dan Maluku.
Menjejak kupang, berakhir pekan di kupang, adalah pengobat rasa: rindu berpulang. Pulang pada relung jiwa. Pulang pada kedamaian. Pulang pada beriman—bersih, indah dan nyaman. Pulang pada refleksi, kontemplasi, relaksasi—usai sepekan didera penat lantaran dikejar tenggat waktu.
Di sini: di kupang—tatapan saya membentur deburan ombak, hingga temaram berpijar di bukit Jayapura City. Memandang sejauh ke utara samudra kehidupan.
Ade nona bilang: "Hatiku damai. Jiwaku tentram di sampingmu. Hatiku damai. Jiwaku tentram. Bersamamu."
Bah, itu lagunya Om Frangky Sahilatua oleh Om Iwan Fals. Oh, sip yaaa. Di sini, kano, kole-kole, dan biduk bertolak lebih jauh: menjala kehidupan. Aeeee, stop abunawas tinggi sudah. Duc in altum. []
#2022
Timoteus Rosario Marten