
Bulan purnama dari Bukit Jokowi, Skyline, Jayapura - Dokpri
Dia tampak seperti parabola. Setengah berbinar. Merah kekuning-kuningan. Menyembul malu-malu dan kaku di kaki langit timur Kota Jayapura bagian selatan.

Lalu sinarnya memendar ke segala permukaan lautan. Lama-kelamaan membentur lampu-lampu kota.
Sinar rembulan itu pun menyatu dengan lampu-lampu. Berbarengan memantulkan sinarnya di beranda Teluk Youtefa, hingga di atas pondok-pondok yang berjejer di bukit ini, di kawasan Skyline. Sungguh membikin mata sulit berkedip.
Sinar lunar terus membinar. Memancar bagai nimbus di atap rumah-rumah penduduk Kampung Enggros dan Tobati.
Lama-kelamaan bergantung di tiang bermaskot cendrawasih dan bertuliskan Bukit Jokowi. Saya nanar menyasar tatap. Lalu senyum merekah dari bibir kering, sebab tak disentuh gabus nikotin.
Saya lantas mengecek kamera untuk mengabadikan momen ini. Kamera ponsel juga disiagakan.
It is a moment, guys! Take the picture. Begitu saya membatin dengan sotoy seolah-olah lincah berbahasa Inggris.
Jepretan saya tidak begitu bagus untuk sebuah seni foto atau foto yang bercerita. Saya tak pandai melukis cahaya dengan lensa kamera. Namun bagi saya, memfoto purnama sore itu, merupakan momen langka.
Sembari meneguk segelas kopi, sepiring ubi atau pisang goreng, saya mencatat keindahan terberi di sini. Bukit Jokowi.
Saya mengecek kamera lagi. Membidik objek unik di sisi timur. Ups, gambar kabur. Blur.
Itu tadi, insting seni tak berpihak pada saya. Padahal memotret adalah seni. Fotografi tepatnya.
Sore itu, Minggu, 19 Mei 2019, tiada kursi-kursi kosong. Tak satu pun tempat duduk. Semuanya dipenuhi puluhan pengunjung, sehingga kami harus mondar-mandir. Taputar kiri-kanan. Mencari area kosong untuk sekadar nongkrong hingga purnama datang.
Bulan purnama, cahaya lampu, jembatan dan Teluk Youtefa, serta sepoi-sepoi basah, menyapa kami, yang menyambangi Bukit Jokowi.
Bukit ini hanya sepunggung dari kawasan Bukit Skyline, Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura. Tak hanya Bukit Jokowi, rumah peristirahatan gubernur dan menikmati es kelapa muda di lapak-lapak jualan mama-mama, di sisi jalan raya Jayapura-Abepura, adalah tujuan pengunjung.
Kawasan Skyline juga adalah tempat bersejarah. Arnold Mampioper dalam bukunya "Jayapura Ketika Perang Pasifik" (1972) menulis bahwa sekitar tahun 1942, Skyline merupakan kawasan penting pada saat Perang Pasifik (1942-1945). Jenderal MacArthur dari Amerika Serikat—bersama sekutunya—memerintahkan anak buahnya dari sini untuk menyerang Jepang, hingga Jepang tak berdaya.
Sisi lain kawasan Skyline juga masih menjadi kawasan penyangga Cagar Alam Cycloop atau Robhong Holo dalam bahasa Sentani.
Sebelumnya, sepunggung Bukit Jokowi hanya ditumbuhi rumput ilalang. Pada 2014, Presiden ketujuh dan kedelapan Republik Indonesia, Joko Widodo atau Jokowi datang ke Jayapura, untuk meresmikan jembatan penyeberangan Hamadi-Holtekamp atau sekarang dikenal Jembatan Youtefa, Jembatan Merah.
Presiden Jokowi ke atas—sekitar lima belas menit dari Hamadi, Distrik Jayapura Selatan. Di atas bukit itu, beliau menikmati es kelapa muda sambil menikmati panorama Teluk Youtefa.
Sejak kala itu, pensiunan PNS asal Biak, Erik Korwa punya ide untuk membuka lapak jualan es kelapa muda di sini. Nama bukit yang didatangi sang presiden kemudian familiar menjadi Bukit Jokowi.
Orang-orang pun berdatangan saban pekan, bahkan setiap hari. Apalagi saat liburan. Siooo mama. Namun saat pandemi covid-19 seperti sekarang, kita hanya PPKM (Pernah Pergi Kemudian Mengenang).
![]() |
Teluk Youtefa, Jayapura dilihat dari Bukit Skyline - Dokpri |
Terdapat pondok-pondok berbentuk honai, dan perabotan serta ornamen-ornamen khas Port Numbay juga di sini. Meja dan kursi-kursi kayu menyatu. Duduk pun jadi betah.
Harga-harga jualannya juga terjangkau. Parkiran hanya lima ribu rupiah untuk motor dan sepuluh ribu untuk mobil. Makanan ringannya ramah saku. Di kisaran lima belasan ribu dan kopi secangkir sepuluh ribuan. Murah meriah dan alamiah.
Sejak beberapa tahun terakhir Bukit Jokowi menjadi tempat rekreasi atau bersantai-santai dan swafoto. Pilihan masyarakat jatuh ke sini, sebab letaknya sangat strategis—pertengahan Distrik Abepura dan jantung Kota Jayapura. Diakses dari Abepura dan Kota Jayapura melalui jalan utama dan jalur alternatif (jalan baru).
Jika merujuk unsur-unsur pariwisata, setidaknya objek, sarana dan prasarana serta pengelolaannya menjadi lokasi wisata yang memuaskan dahaga warga kota.
Ketika hari siang, biru lautan menyatu dengan langit Tabi. Dipisahkan butiran-butiran awan yang berarak lari. Disapu semilir yang menerpa dedaunan dan bunga-bunga. Sejuknya memberikan inspirasi untuk menulis apa saja, termasuk artikel receh nan santuy ini.
Namun, kala siang dijemput petang, lampu-lampu memendar. Rasa yang terpendam jadi membuncah. Tertumpah dalam sebentuk puisi. Apalagi saat lunar datang. Lunar adalah bulan. Bulan penuh senyuman. Luna nostra—kita punya bulan.
Itulah lukisan alamiah, mahakarya Sang Empunya Pencipta di pusat administrasi Provinsi Papua. Lukisan alamiah menambah eksotisme Bumi Port Numbay. Bukit bisa jadi salah satu spot yang bikin rindu. Jadi, masih mau pelesir keluar Papua, dan menghabiskan uang di luar sana? Ini Papua kawan, tempat mana semua keindahan ada. []
#Juli, 2021
Timoteus Rosario Marten
1 Comment so far
❣